Serangan bom atom Hiroshima dan Nagasaki
Hiroshima dan Nagasaki Pada bulan Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di dua kota Jepang: Hiroshima dan Nagasaki, menandai tahap akhir Perang Dunia II. AS mendapatkan persetujuan Britania Raya untuk menjatuhkan senjata tersebut, yang sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Quebec. Operasi ini menewaskan sedikitnya 129.000 jiwa, dan merupakan penggunaan senjata nuklir pertama dan satu-satunya dalam sejarah.
Pada tahun terakhir Perang Dunia II, Sekutu bersiap-siap melancarkan serbuan ke daratan Jepang yang memakan biaya besar. Amerika Serikat sebelumnya melaksanakan kampanye pengeboman yang meluluhlantakkan banyak kota di Jepang. Perang di Eropa selesai setelah Jerman Nazi menandatangani instrumen penyerahan diri pada tanggal 8 Mei 1945. Akan tetapi, Jepang menolak memenuhi tuntutan Sekutu untuk menyerah tanpa syarat. Perang Pasifik pun berlanjut. Bersama Britania Raya dan Tiongkok, Amerika Serikat meminta pasukan Jepang menyerah dalam Deklarasi Potsdam tanggal 26 Juli 1945 atau menghadapi “kehancuran cepat dan besar”. Jepang mengabaikan ultimatum tersebut.
Pada bulan Juli 1945, Proyek Manhattan yang dirintis Sekutu berhasil melaksanakan pengujian bom atom di gurun New Mexico. Mereka memproduksi senjata nuklir berdasarkan dua rancangan pada bulan Agustus. 509th Composite Group dari Pasukan Udara Angkatan Darat Amerika Serikat dilengkapi dengan Boeing B-29 Superfortress khusus versi Silverplate yang mampu mengangkut bom nuklir dari Tinian di Kepulauan Mariana.
Tanggal 6 Agustus, AS menjatuhkan bom atom uranium jenis bedil (Little Boy) di Hiroshima. Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman meminta Jepang menyerah 16 jam kemudian dan memberi peringatan akan adanya “hujan reruntuhan dari udara yang belum pernah terjadi sebelumnya di muka bumi.” Tiga hari kemudian, pada tanggal 9 Agustus, AS menjatuhkan bom plutonium jenis implosi (Fat Man) di Nagasaki. Dalam kurun dua sampai empat bulan pertama setelah pengeboman terjadi, dampaknya menewaskan 90.000–146.000 orang di Hiroshima dan 39.000–80.000 di Nagasaki; kurang lebih separuh korban di setiap kota tewas pada hari pertama. Pada bulan-bulan seterusnya, banyak orang yang tewas karena efek luka bakar, penyakit radiasi, dan cedera lain disertai sakit dan kekurangan gizi. Di dua kota tersebut, sebagian besar korban tewas merupakan warga sipil meskipun terdapat garnisun militer besar di Hiroshima.
Tanggal 15 Agustus, enam hari setelah pengeboman Nagasaki dan Uni Soviet menyatakan perang, Jepang menyatakan menyerah kepada Sekutu. Tanggal 2 September, Jepang menandatangani instrumen penyerahan diri yang otomatis mengakhiri Perang Dunia II. Pengaruh pengeboman ini terhadap penyerahan diri Jepang dan alasan etisnya masih diperdebatkan sampai sekarang.
Latar belakang
Perang Pasifik
Pada tahun 1945, Perang Pasifik antara Kekaisaran Jepang dan Sekutu memasuki tahun keempat. Jepang melawan dengan sengit agar kemenangan AS dihantui oleh jumlah korban yang besar. Dari 1,25 juta tentara Amerika Serikat yang gugur pada Perang Dunia II, termasuk personel militer yang gugur dalam tugas dan cedera dalam tugas, hampir satu juta tentara gugur dalam kurun waktu Juni 1944 sampai Juni 1945. Pada Desember 1944, jumlah tentara AS yang gugur mencapai angka tertingginya, 88.000 tentara per bulan, akibat Serangan Ardennes oleh Jerman. Di Pasifik, Sekutu kembali ke Filipina, merebut Myanmar, dan menyerbu Borneo.Serangan dilancarkan untuk melenyapkan pasukan Jepang yang masih bercokol di Bougainville, Nugini, dan Filipina. Pada bulan April 1945, pasukan Amerika Serikat mendarat di Okinawa dan bertempur sengit sampai Juni. Seiring perang berlangsung, rasio korban Jepang dan AS turun dari 5:1 di Filipina ke 2:1 di Okinawa
Saat Sekutu terus merangsek ke Jepang, kondisi bangsa Jepang semakin buruk. Tonase armada kapal dagang Jepang turun dari 5.250.000 ton bruto pada tahun 1941 ke 1.560.000 ton pada Maret 1945, dan 557.000 ton bulan Agustus 1945. Kelangkaan bahan mentah memaksa ekonomi perang Jepang jatuh pada paruh akhir 1944. Ekonomi masyarakat yang melemah sepanjang perang mencapai tingkat terparahnya pada pertengahan 1945. Ketiadaan kapal juga mempengaruhi armada nelayan. Pada tahun 1945, hasil tangkapan ikan hanya 22% dari hasil tahun 1941. Panen beras tahun 1945 mencapai jumlah terendah sejak 1909. Akibatnya, kelaparan dan kekurangan gizi merebak di masyarakat. Produksi industri Amerika Serikat jauh lebih unggul daripada industri Jepang. Pada tahun 1943, Amerika Serikat memproduksi hampir 100.000 pesawat per tahun, berbeda dengan 70.000 pesawat yang diproduksi Jepang selama Perang Dunia II. Pada musim panas 1944, AS mengerahkan hampir seratus kapal induk di Pasifik, lebih banyak daripada 25 kapal induk yang dimiliki Jepang sepanjang perang. Bulan Februari 1945, Pangeran Fumimaro Konoe memberitahu Kaisar Hirohito bahwa kekalahan sudah tidak bisa dihindari lagi dan menyarankan Kaisar untuk turun takhta
Persiapan penyerbuan Jepang
Sebelum Jerman Nazi menyerah tanggal 8 Mei 1945, sejumlah rencana disiapkan untuk operasi terbesar dalam Perang Pasifik, Operasi Downfall, yaitu penyerbuan Jepang. Operasi ini terbagi ke dalam dua bagian: Operasi Olympic dan Operasi Coronet. Keseluruhan operasi rencananya dimulai pada Oktober 1945. Olympic merupakan serangkaian pendaratan Angkatan Darat Keenam AS untuk mencaplok sepertiga wilayah dari pulau Jepang paling besar di bagian selatan, Kyūshū.Operasi Olympic dilanjutkan pada Maret 1946 oleh Operasi Coronet, pencaplokan Dataran Kantō, dekat Tokyo di Pulau Honshū, oleh Angkatan Darat Pertama, Kedelapan, dan Kesepuluh AS. Waktu tersebut dipilih agar semua sasaran Olympic tercapai, tentara bisa dikirimkan dari Eropa, dan musim dingin Jepang cepat usai
Geografi Jepang membuat rencana invasi ini diketahui Jepang; mereka mampu memprediksi rencana invasi Sekutu secara akurat dan menyesuaikan rencana pertahanan mereka yaitu Operasi Ketsugō. Jepang merencanakan pertahanan Kyūshū secara habis-habisan tanpa menyisakan cadangan untuk operasi pertahanan selanjutnya. Empat divisi veteran ditarik dari Tentara Kwantung di Manchuria pada Maret 1945 untuk memperkuat pasukan di Jepang,dan 45 divisi baru diaktifkan antara bulan Februari dan Mei 1945. Sebagian besar divisi tersebut merupakan divisi mobil untuk pertahanan pesisir, tetapi 16 lainnya merupakan divisi mobil berpengalaman tinggi. Secara keseluruhan, 2,3 juta tentara Angkatan Darat Jepang disiapkan untuk mempertahankan pulau-pulau besar Jepang. Mereka dibantu oleh 28 juta milisi sipil pria dan wanita. Perkiraan korban bervariasi namun ditaksir sangat tinggi. Wakil Kepala Staf Umum Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, Laksamana Madya Takijirō Ōnishi, memperkirakan bahwa jumlah warga Jepang yang tewas bisa mencapai 20 juta jiwa.
Penelitian yang dilakukan oleh Joint War Plans Committee, penyampai informasi perencanaan ke Kepala Staf Gabungan, memperkirakan bahwa Olympic akan memakan korban antara 130.000 sampai 220.000 tentara AS dengan 25.000 sampai 46.000 di antaranya gugur. Hasil penelitian disampaikan pada tanggal 15 Juni 1945 setelah adanya informasi dari hasil pendaratan di Okinawa. Penelitian tersebut menyoroti pertahanan Jepang yang lemah karena pemblokiran laut yang sangat efektif dan kampanye pengeboman oleh Amerika Serikat. Kepala Staf Angkatan Darat Amerika Serikat, Jenderal George Marshall, dan Komandan Angkatan darat di Pasifik, Jenderal Douglas MacArthur, menandatangani dokumen yang menyetujui perkiraan Joint War Plans Committee tersebut.
Amerika Serikat dikejutkan oleh penumpukan pasukan Jepang yang terlacak oleh intelijen Ultra. Menteri Perang Henry L. Stimson sangat khawatir dengan perkiraan jumlah korban tentara AS sehingga ia menugaskan Quincy Wright dan William Shockley untuk melakukan penelitian terpisah. Wright dan Shockley berbicara dengan Kolonel James McCormack dan Dean Rusk serta mempelajari perkiraan korban yang disampaikan Michael E. DeBakey dan Gilbert Beebe. Wright dan Shockley memperkirakan bahwa jumlah korban di sisi Sekutu bisa mencapai antara 1,7 dan 4 juta orang bila skenarionya seperti itu dengan 400.000 sampai 800.000 di antaranya gugur sedangkan korban disisi Jepang bisa mencapai antara 5 sampai 10 juta orang.
Marshall mulai mempertimbangkan penggunaan senjata yang “sudah siap dipakai dan pasti mampu mengurangi jumlah tentara Amerika yang gugur”:gas beracun. Fosgen, gas mustard, gas air mata, dan sianogen klorida dalam jumlah besar dipindahkan ke Luzon dari gudang senjata di Australia dan Nugini sebagai bagian dari persiapan Operasi Olympic. MacArthur menjamin bahwa satuan Chemical Warfare Service sudah terlatih untuk menggunakannya. Penggunaan senjata biologis di Jepang turut dipertimbangkan
Serangan udara di Jepang
Ketika Amerika Serikat mengembangkan rencana kampanye udara terhadap Jepang sebelum Perang Pasifik, pencaplokan pangkalan Sekutu di Pasifik Barat pada beberapa pekan pertama konflik Pasifik menandakan bahwa serangan udara baru dimulai pada pertengahan 1944 setelah Boeing B-29 Superfortress siap dikerahkan ke ajang pertempuran.Operasi Matterhorn melibatkan pemindahan pesawat-pesawat B-29 yang berpangkalan di India ke pangkalan di sekitar Chengdu, Tiongkok, untuk persiapan penyerangan target-target strategis di Jepang. Upaya tersebut gagal memenuhi tujuan strategis yang dikehendaki para perumus rencana karena permasalahan logistik, kesulitan mekanis pesawat pengebom, kerentanan pangkalan persiapan di Tiongkok, dan jarak tempuh yang jauh menuju kota-kota di Jepang.
Brigadir Jenderal Pasukan Udara Angkatan Darat Amerika Serikat (USAAF) Haywood S. Hansell menetapkan bahwa Guam, Tinian, dan Saipan di Kepulauan Mariana cocok dijadikan pangkalan B-29, namun saat itu masih dikuasai Jepang. Strategi pun diganti agar sesuai dengan perang udara, dan kepulauan tersebut direbut kembali antara Juni dan Agustus 1944. Beberapa pangkalan udara dibangun, dan B-29 diterbangkan dari Kepulauan Mariana bulan Oktober 1944. Pangkalan-pangkalan tersebut dapat disuplai oleh kapal kargo tanpa hambatan. XXI Bomber Command memulai misi penyerangan Jepang pada tanggal 18 November 1944
Usaha awal untuk mengebom Jepang dari Kepulauan Mariana sama tidak efektifnya seperti B-29 di Tiongkok. Hansell melanjutkan operasi pengeboman tepat berketinggian tinggi yang menyasar industri penting dan jaringan transportasi sekalipun taktik ini tidak berdampak besar.] Usaha ini gagal karena kesulitan logistik dengan pangkalan yang jauh, masalah teknis yang dialami pesawat baru dengan teknologi yang juga baru, cuaca yang tidak bersahabat, dan perlawanan musuh
Pengganti Hansell, Mayor Jenderal Curtis LeMay, menjadi komandan operasi pada Januari 1945 dan pada awalnya masih meneruskan taktik pengeboman tempat yang sama dengan hasil yang tidak memuaskan pula. Serangan tersebut awalnya menargetkan fasilitas industri penting, tetapi sebagian besar proses produksi Jepang dilakukan di bengkel-bengkel kecil dan rumah warga. Di bawah tekanan markas USAAF di Washington, LeMay mengganti taktik dan memutuskan bahwa pengeboman bakar tingkat rendah di perkotaan Jepang merupakan satu-satunya cara untuk menghancurkan kemampuan produksi mereka; beralih dari pengeboman tepat ke pengeboman wilayah dengan bom bakar.
Seperti kebanyakan pengeboman strategis pada Perang Dunia II, tujuan serangan USAAF di Jepang adalah menghancurkan industri perang musuh, membunuh atau melumpuhkan warga sipil yang dipekerjakan oleh industri perang, dan menurunkan moral sipil. Warga sipil yang terlibat dalam upaya perang lewat berbagai aktivitas seperti pembangunan benteng dan produksi munisi dan material perang lainnya di pabrik dan bengkel dianggap sebagai kombatan secara hukum dan pantas diserang
Selama enam bulan selanjutnya, XXI Bomber Command di bawah pimpinan LeMay mengebom 67 kota di Jepang. Pengeboman Tokyo, atau Operation Meetinghouse, tanggal 9–10 Maret menewaskan sekitar 100.000 orang dan menghancurkan perkotaan seluas 16 mil persegi (41 km2) dan 267.000 bangunan dalam satu malam saja. Operasi ini merupakan pengeboman paling mematikan sepanjang Perang Dunia II. Sebanyak 20 B-29 ditembak jatuh oleh meriam flak dan pesawat tempur.Pada bulan Mei, 75% bom yang dijatuhkan merupakan bom bakar yang dirancang untuk membakar “kota kertas” Jepang. Pada pertengahan Juni, enam kota terbesar di Jepang telah diluluhlantakkan Berakhirnya pertempuran di Okinawa bulan itu memberikan Sekutu kesempatan untuk memanfaatkan pangkalan udara yang letaknya lebih dekat dengan pulau-pulau utama Jepang. Kampanye pengeboman pun ditingkatkan. Pesawat yang terbang dari kapal induk Sekutu dan Kepulauan Ryukyu secara rutin menyasar target-target di Jepang sepanjang 1945 menjelang Operasi Downfall.Pengeboman dialihkan ke kota-kota kecil yang dihuni 60.000 sampai 350.000 jiwa. Menurut Yuki Tanaka, AS mengebom lebih dari seratus kota di Jepang. Serangan-serangan tersebut juga mematikan.
Militer Jepang tidak mampu menghentikan serangan Sekutu dan persiapan pertahanan sipil Jepang tidak cukup kuat. Pesawat tempur dan senjata anti pesawat Jepang sulit menyasar pesawat pengebom yang terbang sangat tinggi.Sejak April 1945, pesawat penyergap Jepang harus menghadapi pesawat tempur pengawal Amerika Serikat yang berpangkalan di Iwo Jima dan Okinawa. Pada bulan itu, Pasukan Udara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dan Pasukan Udara Angkatan Laut Kekaisaran Jepang berhenti menyergap pesawat Sekutu supaya masih ada pesawat tempur yang tersisa menjelang invasi. Pada pertengahan 1945, Jepang mengurangi frekuensi penyergapan B-29 yang melakukan pengintaian di Jepang untuk menghemat bahan bakar. Pada Juli 1945, Jepang menimbun 1.156.000 US barel (137.800.000 l; 36.400.000 US gal; 30.300.000 imp gal) avgas untuk persiapan penyerbuan Jepang. Meski militer Jepang memutuskan untuk melanjutkan serangan terhadap pesawat pengebom Sekutu sebelum bulan Juni berakhir, pesawat tempur yang beroperasi saat itu sudah sangat sedikit sehingga tidak sempat berganti taktik untuk mencegah serangan udara Sekutu
Pengembangan bom atom
Penemuan fisi nuklir oleh kimiawan Jerman Otto Hahn dan Fritz Strassman tahun 1938 dan penjelasan teorinya oleh Lise Meitner dan Otto Frisch memungkinkan terjadinya pengembangan bom atom. Kekhawatiran bahwa proyek bom atom Jerman akan menghasilkan senjata atom pertama di dunia tercantum dalam surat Einstein-Szilard. Para ilmuwan yang mengungsi dari Jerman Nazi dan negara-negara fasis lainnya juga sama khawatirnya. Sentimen tersebut mendorong pelaksanaan penelitian pertama di Amerika Serikat pada akhir 1939. Pengembangan baru melesat setelah MAUD Committee dari Britania Raya melaporkan pada akhir 1941 bahwa sebuah bom hanya membutuhkan 5–10 kilogram uranium-235 yang sudah mengalami pengayaan isotop daripada berton-ton uranium yang tidak dikatakan (unenriched) disertai moderator neutron (e.g. air berat).
Bekerja sama dengan Britania Raya dan Kanada yang masing-masing memiliki proyek Tube Alloys dan Chalk River Laboratories, Proyek Manhattan, di bawah arahan Mayor Jenderal Leslie R. Groves, Jr., dari Korps Teknisi Angkatan Darat AS, merancang dan membangun bom atom pertama di dunia.Groves menunjuk J. Robert Oppenheimer sebagai pelaksana dan kepala Los Alamos Laboratory di New Mexico, tempat bom atom tersebut dirancang. Dua jenis bom berhasil dikembangkan. Little Boy adalah senjata fisi jenis bedil yang mengandung uranium-235, isotop uranium langka yang dibuat di Clinton Engineer Works di Oak Ridge, Tennessee. Fat Man adalah senjata nuklir jenis implosi yang lebih kuat dan efisien namun lebih rumit yang mengandung plutonium, unsur sintetis yang dibuat di sejumlah reaktor nuklir di Hanford, Washington. Senjata implosi uji coba, The Gadget, diledakkan di Trinity Site, dekat Alamogordo, New Mexico, pada tanggal 16 Juli 1945.
Jepang juga memiliki program senjata nuklir sendiri, tetapi kekurangan sumber daya manusia, mineral, dan pendanaan seperti Proyek Manhattan, dan tidak pernah membuat kemajuan dalam pengembangan bom atom
Persiapan
Penyusunan rencana dan pelatihan
509th Composite Group dibentuk pada tanggal 9 Desember 1944 dan diaktifkan tanggal 17 Desember 1944 di Wendover Army Air Field, Utah, di bawah pimpinan Kolonel Paul Tibbets. Tibbets ditugaskan untuk menyusun dan memimpin kelompok tempur untuk mengembangkan cara menjatuhkan senjata atom di target-target di Jerman dan Jepang. Karena skuadronnya terbagi menjadi pesawat pengebom dan pesawat angkut, kelompok ini digolongkan sebagai satuan “komposit” alih-alih satuan “pengebom”.
Bekerja sama dengan Proyek Manhattan di Los Alamos, Tibbets memilih Wendover sebagai pangkalan pelatihannya alih-alih Great Bend, Kansas, dan Mountain Home, Idaho, karena letaknya yang terpencil.Setiap pesawat pengebom melaksanakan sedikitnya 50 latihan menjatuhkan bom labu palsu atau aktif. Tibbets kemudian menyatakan bahwa pasukan terbangnya siap tempur
509th Composite Group terdiri atas 225 perwira resmi dan 1.542 prajurit resmi; hampir semuanya kelak dikerahkan ke Tinian. Selain personel resmi, 509th Composite Group menempatkan 51 warga sipil dan personel militer dari Project Alberta di Tinian yang diberi nama 1st Technical Detachment.Skuadron Pengeboman ke-393, bagian dari 509th Composite Group, dilengkapi dengan 15 pesawat B-29 Silverplate. Pesawat ini telah disesuaikan untuk mengangkut senjata nuklir dan dilengkapi dengan mesin yang di injeksi bahan bakar, baling-baling dorongan terbalik Curtiss Electric, aktuator pneumatik untuk membuka dan menutup pintu ruang bom dengan cepat, dan pemutakhiran lainnya.
Pasukan pendukung darat dari 509th Composite Group dikirimkan menggunakan kereta api pada tanggal 26 April 1945, ke tempat pemberangkatannya di Seattle, Washington. Pada tanggal 6 Mei, pasukan pendukung berlayar dengan SS Cape Victory menuju Kepulauan Mariana, sedangkan materialnya dikirimkan menggunakan SS Emile Berliner. Cape Victory berhenti sejenak di Honolulu dan Eniwetok, tetapi penumpangnya tidak diizinkan keluar dari wilayah pelabuhan. Pasukan pendahulu yang terdiri atas 29 perwira dan 61 prajurit diterbangkan dengan C-54 ke North Field di Tinian antara tanggal 15 Mei dan 22 Mei.
Ada pula dua perwakilan dari Washington, D.C., Brigadir Jenderal Thomas Farrell, wakil komandan Proyek Manhattan, dan Laksamana Muda William R. Purnell dari Military Policy Committee. Mereka bertugas memutuskan urusan kebijakan yang lebih tinggi di tempat. Bersama Kapten William S. Parsons, komandan Project Alberta, mereka dikenal dengan sebutan “Kepala Gabungan Tinian”
Penentuan target
Pada bulan April 1945, Marshall meminta Groves memberi target-target pengeboman agar disetujui dirinya dan Stimson. Groves membentuk Target Committee yang dipimpin Marshall sendiri beranggotakan Farrell, Mayor John A. Derry, Kolonel William P. Fisher, Joyce C. Stearns, dan David M. Dennison dari USAAF; dan ilmuwan John von Neumann, Robert R. Wilson, dan William Penney dari Proyek Manhattan. Target Committee mengadakan rapat di Washington tanggal 27 April; di Los Alamos tanggal 10 Mei, tempat pertemuan antara komite, ilmuwan, dan teknisi di sana; dan di Washington lagi tanggal 28 Mei, tempat pertemuan komite dengan Tibbets dan Komandan Frederick Ashworth dari Project Alberta, serta penasihat ilmiah Proyek Manhattan, Richard C. Tolman.
Target Committee mencalonkan lima target: Kokura, tempat berdirinya salah satu pabrik amunisi terbesar di Jepang; Hiroshima, tempat pemberangkatan dan pusat industri yang dijadikan markas militer besar; Yokohama, daerah perkotaan yang menjadi tempat produksi pesawat, peralatan mesin, kapal, perangkat listrik, dan penyulingan minyak; dan Kyoto, pusat industri besar. Pemilihan target memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
- Diameter target lebih besar daripada 3 mi (4,8 km) dan merupakan target penting yang terletak di wilayah perkotaan besar.
- Ledakannya akan menghasilkan kerusakan yang efektif.
- Target kemungkinan besar belum diserang pada Agustus 1945
Sebagian besar kota-kota ini tak tersentuh oleh operasi pengeboman malam, dan Pasukan Udara Angkatan Darat setuju untuk menghapusnya dari daftar target sehingga penilaian keefektifan senjata dapat dibuat secara tepat. Hiroshima disebut sebagai “depot pasukan dan tempat pemberangkatan penting yang terletak di wilayah industri perkotaan. [Hiroshima] merupakan target radar yang baik dan ukurannya cukup besar sehingga sebagian besar kota mungkin rusak parah. Terdapat perbukitan di sekitarnya yang memungkinkan efek pemusatan ledakan sehingga potensi kerusakan semakin besar. Karena ada sungai, [Hiroshima] bukan target bom bakar yang tepat.”
Target Committee menyatakan bahwa, “Kami menyepakati bahwa faktor psikologis dalam penentuan target merupakan hal penting. Dua faktor tersebut adalah (1) memperoleh dampak psikologis terbesar untuk melawan Jepang dan (2) membuat penjatuhan bom pertama semantap mungkin sehingga kehebatan senjata ini dapat diakui oleh dunia internasional setelah berita [tentang pengeboman ini] terbit. Kyoto pantas karena merupakan pusat industri militer yang penting sekaligus pusat pendidikan sehingga penduduknya dapat memahami kehebatan senjata ini. Istana Kekaisaran di Tokyo lebih terkenal daripada target-target lain, tetapi nilai strategisnya rendah
Edwin O. Reischauer, pakar Jepang di Dinas Intelijen Angkatan Darat AS, konon katanya mencegah pengeboman Kyoto. Dalam otobiografinya, Reischauer membantah klaim tersebut:
.satu-satunya orang yang berhak mendapat pengakuan karena mencegah pengeboman Kyoto adalah Henry L. Stimson, Menteri Perang waktu itu, yang mengenal baik dan menyukai Kyoto sejak ia berbulan madu di sana sekian puluh tahun sebelumnya
Pada tanggal 30 Mei, Stimson meminta Groves menghapus Kyoto dari daftar target karena memiliki warisan sejarah, agama, dan budaya, tetapi Groves hanya melihat objek militer dan industrinya.Stimson lalu berbincang dengan Presiden Harry S. Truman perihal masalah ini. Truman setuju dengan Stimson, dan Kyoto pun sementara dihapus dari daftar target. Groves berusaha memasukkan kembali Kyoto ke daftar target pada bulan Juli, tetapi Stimson bersikukuh dengan pendapatnya. Tanggal 25 Juli, Nagasaki menggantikan tempat Kyoto di dalam daftar target. Perintah serangan diserahkan ke Jenderal Carl Spaatz pada tanggal 25 Juli dengan tanda tangan Jenderal Thomas T. Handy, pelaksana tugas Kepala Staf, karena Marshall sedang menghadiri Konferensi Postdam bersama Truman. Pada hari itu, Truman menulis di dirinya bahwa:
Senjata ini akan digunakan untuk melawan Jepang mulai hari ini sampai 10 Agustus. Saya sudah memberitahu Menteri Perang, [Henry] Stimson, untuk menyasar objek militer, tentara, dan pelaut, bukan wanita dan anak-anak. Sekalipun orang Jepang itu barbar, kejam, tanpa ampun, dan fanatik, kita sebagai pemimpin dunia tidak boleh menjatuhkan bom yang mengerikan itu di ibu kota lama [Kyoto] maupun yang baru [kyoto] demi kesejahteraan bersama. Dia dan saya sepakat. Target kita adalah militer.
Rencana demonstrasi
Pada awal Mei 1945, Stimson membentuk Interim Committee atas desakan kepala Proyek Manhattan dan memberi saran tentang tenaga nuklir atas persetujuan Truman. Pada rapat tanggal 31 Mei dan 1 Juni, ilmuwan Ernest Lawrence menyarankan pelaksanaan demonstrasi non-tempur di Jepang. Arthur Compton kemudian mengatakan bahwa:
Jelas sekali bahwa semua orang akan menduga mereka telah ditipu. Bila sebuah bom diledakkan di Jepang setelah duluan diberitahu, angkatan udara Jepang bisa melakukan penyerobotan besar-besaran. Bom atom adalah alat yang rumit dan masih dalam tahap pengembangan. Operasinya pasti tidak rutin. Jika pasukan Jepang memutuskan untuk menyerang pada tahap penyesuaian bom terakhir, tindakan keliru akan menggagalkan seluruh rencana. Berakhirnya demonstrasi kehebatan bom justru lebih buruk daripada pembatalan pengeboman. Sekarang sudah jelas bahwa ketika waktu penjatuhan bom telah tiba, kita perlu menyediakan satu bom saja, lalu dilanjutkan oleh bom-bom lain dengan jeda waktu yang panjang. Kita tidak boleh membiarkan kemungkinan bahwa salah satu bom tersebut gagal meledak. Jika uji coba dilakukan di daerah netral, militer Jepang yang bertekad tinggi dan fanatik mungkin tidak akan terpukau. Jika uji coba terbuka dilakukan dan gagal membuat Jepang menyerah, peluang kejutan yang efektif justru akan hilang. Sebaliknya, uji coba terbuka malah akan mempersiapkan Jepang untuk menyerobot serangan atom semampu mereka. Meski demonstrasi yang tidak memakan korban jiwa sangat menarik, tidak ada cara alternatif yang dapat membuat demonstrasi begitu meyakinkan sehingga mampu mengakhiri [Perang Dunia II]
Rencana demonstrasi diperkenalkan lagi dalam Laporan Franck yang diterbitkan oleh fisikawan James Franck pada tanggal 11 Juni dan Scientific Advisory Panel
menolak laporannya pada tanggal 16 Juni. Panel penasihat mengatakan bahwa, “kami merasa demonstrasi teknis tidak dapat mengakhiri perang; kami tidak melihat alternatif yang layak selain penjatuhan bom secara langsung di target militer.” Franck kemudian mengirimkan laporannya ke Washington, D.C. Interim Committee kemudian mengadakan rapat tanggal 21 Juni untuk menilai kembali kesimpulan awalnya. Komite kemudian menegaskan bahwa tidak ada alternatif selain menjatuhkan bom di target militer
Seperti Compton, banyak pejabat dan ilmuwan AS yang berpendapat bahwa demonstrasi akan menghilangkan nilai kejut serangan atom, dan Jepang akan membantah efek mematikan dari bom atom sehingga misi Sekutu tidak akan membuat Jepang menyerah. Tawanan perang Sekutu bisa saja dipindahkan ke tempat demonstrasi dan tewas akibat ledakan bom. Mereka juga khawatir bahwa bomnya akan gagal karena bom yang dipakai di Trinity bersifat stasioner, tidak dijatuhkan dari langit. Selain itu, hanya dua bom yang siap pakai pada awal Agustus meskipun masih banyak bom lain yang sedang diproduksi. Pembuatan bom itu sendiri memakan biaya miliaran dolar, jadi demonstrasi satu bom saja sudah sangat mahal
Selebaran
Selama beberapa bulan, AS telah menjatuhkan lebih dari 63 juta selebaran di seluruh Jepang yang berisi peringatan serangan udara kepada warga sipil. Banyak kota di Jepang yang mengalami kerusakan parah akibat pengeboman udara; sekitar 97% wilayah perkotaan luluh lantak. LeMay mengira bahwa selebaran akan meningkatkan dampak pengeboman secara psikologis dan mengurangi stigma internasional mengenai pengeboman kota. Meski sudah diberi peringatan, penolakan perang oleh warga Jepang tetap tidak efektif. Rakyat Jepang mempercayai isi selebaran tersebut, tetapi siapapun yang ketahuan menyimpannya akan ditangkap. Teks selebaran disiapkan oleh tahanan perang Jepang karena mereka lebih pantas “untuk memohon kepada sesama prajuritnya”.
Sebagai persiapan penjatuhan bom atom di Hiroshima, pemimpin militer AS memutuskan untuk menolak demonstrasi pengeboman dan selebaran peringatan karena bomnya belum tentu meledak dan memaksimalkan kejutan psikologis. Hiroshima tidak diberitahu bahwa bom baru dengan kemampuan menghancurkan yang lebih kuat akan dijatuhkan di sana. Berbagai sumber memberi informasi berbeda seputar selebaran terakhir yang dijatuhkan di Hiroshima sebelum pengeboman atom. Robert Jay Lifton menulis bahwa selebaran terakhir disebar tanggal 27 Juli, dan Theodore H. McNelly mencantumkan tanggal 3 Juli.Sejarah USAAF menyebutkan bahwa sebelas kota tercantum dalam selebaran tanggal 27 Juli, tetapi Hiroshima bukan salah satu kota tersebut, dan tidak ada penyebaran selebaran pada 30 Juli.Penyebaran selebaran dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus dan 4 Agustus. Selebaran mungkin saja disebarkan di Hiroshima pada akhir Juli atau awal Agustus karena korban selamat menyebutkan adanya penyebaran selebaran beberapa hari sebelum bom atom dijatuhkan. Salah satu selebaran mencantumkan dua belas kota yang ditargetkan oleh pengeboman bakar: Otaru, Akita, Hachinohe, Fukushima, Urawa, Takayama, Iwakuni, Tottori, Imabari, Yawata, Miyakonojo, dan Saga. Hiroshima tidak masuk daftar tersebut
Deklarati Potsdam
Truman menunda penyelenggaraan konferensi tingkat tinggi Potsdam selama dua minggu agar bom bisa diuji coba sebelum perundingan dengan Stalin dimulai. Uji Coba Trinity tanggal 16 Juli melebihi harapan semua orang. Pada tanggal 26 Juli, para pemimpin negara Sekutu menandatangani Deklarasi Potsdam yang mencantumkan syarat penyerahan diri Jepang. Deklarasi ini dibuat sebagai ultimum dan menyatakan bahwa tanpa penyerahan diri, Sekutu akan menyerang Jepang sehingga mengakibatkan “kemusnahan angkatan bersenjata Jepang secara total dan tak terhindarkan dan kehancuran tanah air Jepang yang juga tak terhindarkan”. Bom atom tidak disebutkan dalam komunikasi tersebut. Tanggal 28 Juli, koran-koran Jepang melaporkan bahwa deklarasi tersebut ditolak oleh pemerintah Jepang. Sore itu juga, Perdana Menteri Suzuki Kantarō menyatakan dalam konferensi pers bahwa Deklarasi Potsdam hanyalah tiruan (yarinaoshi) Deklarasi Kairo dan pemerintah Jepang akan mengabaikannya (mokusatsu, “membunuh dengan mendiamkan”).Pernyataan tersebut ditafsirkan oleh media Jepang dan asing sebagai penolakan deklarasi secara terang-terangan. Kaisar Hirohito yang sedang menunggu respon Soviet atas ajakan perdamaian Jepang tidak mengambil tindakan untuk mengubah sikap pemerintah. Jepang baru mau menyerah asalkan kekaisaran tidak dibubarkan; Jepang tidak diduduki; angkatan bersenjata Jepang dibubarkan secara sukarela; dan para penjahat perang diadili di pengadilan Jepang.
Menurut Perjanjian Quebec tahun 1943 dengan Britania Raya, Amerika Serikat sepakat bahwa senjata nuklir tidak akan dijatuhkan di negara lain tanpa persetujuan bersama. Pada Juni 1945, kepala British Joint Staff Mission, Marsekal Lapangan Sir Henry Maitland Wilson, setuju bahwa penggunaan senjata nuklir di Jepang akan dicatat secara resmi sebagai keputusan Combined Policy Committee. Di Potsdam, Truman menyetujui permintaan Winston Churchill bahwa Britania akan diwakili saat bom atom dijatuhkan. William Penney dan Kapten Kelompok Leonard Cheshire diutus ke Tinian, namun mereka mengetahui bahwa LeMay tidak akan mengizinkan mereka ikut terbang dalam misi pengeboman. Hal yang bisa mereka lakukan adalah mengirim sinyal jelas ke Wilson
Bom
Bom Little Boy, kecuali muatan uraniumnya, selesai dibuat pada awal Mei 1945.Proyektil uranium-235 selesai dibuat tanggal 15 Juni, dan targetnya dibuat tanggal 24 Juli. Target dan bom pra-rakitan (bom yang separuh dirakit tanpa komponen fisik) diberangkatkan dari Hunters Point Naval Shipyard, California, pada tanggal 16 Juli menggunakan kapal penjelajah USS Indianapolis dan tiba di tempat tujuan tanggal 26 Juli. Isi target diterbangkan pada tanggal 30 Juli
Inti plutonium pertama dan inisiator urchin polonium-beriliumnya dipindahkan menggunakan peti barang berbahan magnesium yang dirancang oleh Philip Morrison di bawah pengawasan kurir Project Alberta, Raemer Schreiber. Magnesium dipilih karena tidak merusak inti plutonium. Inti bom diangkut menggunakan pesawat C-54 milik 320th Troop Carrier Squadron, bagian 509th Composite Group, dari Kirtland Army Air Field pada tanggal 26 Juli dan tiba North Field tanggal 28 Juli. Tiga peledak pra-rakitan Fat Man berkekuatan tinggi (F31, F32, dan F33) diangkut di Kirtland pada tanggal 28 Juli oleh tiga pesawat B-29 dari 393d Bombardment Squadron plus satu pesawat dari 216th Army Air Force Base Unit dan diberangkatkan ke North Field. Ketiga peledak tiba pada tanggal 2 Agustus
Hiroshima
Hiroshima pada Perang Dunia II
Pada hari pengeboman, Hiroshima merupakan kota penting dari segi industri maupun militer. Beberapa satuan militer berpangkalan di dekat Hiroshima, termasuk markas Angkatan Darat Umum Kedua pimpinan Marsekal Lapangan Shunroku Hata. Angkatan Darat Umum Kedua memimpin pertahanan Jepang bagian selatan, dan bermarkas di Istana Hiroshima. Hata membawahkan kurang lebih 400.000 prajurit, sebagian besar di antaranya ditempatkan di Kyushu untuk mengantisipasi serbuan Sekutu. Di kota ini juga terdapat markas Angkatan Darat ke-59, Divisi ke-5, dan Divisi ke-224, satuan mobil yang baru dibentuk. Kota ini dilindungi oleh lima baterai artileri senjata anti pesawat 7-cm dan 8-cm (2,8 dan 3,1 inci) dari Divisi Antipesawat ke-3, termasuk unit dari Resimen Anti Pesawat ke-121 dan 122 dan Batalyon Anti Pesawat Terpisah ke-22 dan 45. Secara keseluruhan, lebih dari 40.000 personel militer ditempatkan di Hiroshima
Hiroshima adalah pangkalan suplai dan logistik militer Jepang berukuran kecil, namun arsenal militernya besar. Kota ini juga merupakan pusat komunikasi, pelabuhan penting, dan tempat berkumpulnya tentara.Hiroshima adalah kota terbesar kedua di Jepang setelah Kyoto yang masih bertahan meski diserang berkali-kali. Alasannya, Hiroshima tidak punya industri pesawat yang menjadi target utama XXI Bomber Command. Pada tanggal 3 Juli, Kepala Staf Gabungan menghapus Hiroshima, Kokura, Niigata, dan Kyoto dari jalur pesawat pengebom
Pusat kota dipadati oleh bangunan beton berkerangka dan bangunan berstruktur ringan. Wilayah di luar pusat kota dipadati oleh bengkel kecil berbahan kayu yang tersebar di antara rumah-rumah Jepang. Pabrik terletak di pinggiran kota. Rumah di Hiroshima terbuat dari kayu dengan atap tanah liat. Banyak pula bangunan industri yang berkerangka kayu. Seluruh wilayah perkotaan Hiroshima rentan terbakar.
Sebelum pengeboman atom, populasi Hiroshima mencapai puncaknya sebanyak 381.000 jiwa, lalu perlahan turun karena evakuasi sistematis yang dilaksanakan pemerintah Jepang. Saat serangan terjadi, jumlah penduduk Hiroshima 340.000–350.000 jiwa. Penduduk heran karena Hiroshima tidak menjadi target pengeboman bakar.Sejumlah pihak menduga bahwa kota ini hendak dijadikan markas pendudukan Amerika Serikat. Ada pula yang menduga bahwa kerabat mereka di Hawaii dan California meminta pemerintah AS untuk tidak mengebom Hiroshima. Pejabat pemerintah kota memerintahkan penghancuran beberapa bangunan untuk menciptakan pemecah api berukuran panjang pada tahun 1944.Pemecah api terus diperluas dan diperpanjang sampai pagi tanggal 6 Agustus 1945.
Pengeboman
Hiroshima adalah target utama misi pengeboman nuklir pertama pada tanggal 6 Agustus; Kokura dan Nagasaki menjadi target alternatif. Setelah diberi maklumat sesuai Operations Order No. 35, pesawat B-29 Enola Gay dari 393d Bombardment Squadron yang dipiloti Tibbets lepas landas dari North Field, Tinian, menuju Jepang dengan masa tempuh enam jam. Enola Gay (diambil dari nama ibu Tibbets) dikawal oleh dua pesawat B-29. The Great Artiste, di bawah pimpinan Mayor Charles Sweeney, mengangkut instrumen, sedangkan Necessary Evil yang saat itu belum diberi nama, di bawah pimpinan Kapten George Marquardt, bertugas sebagai perekam foto
setelah meninggalkan Tinian, pesawat terbang di atas Iwo Jima untuk menjemput pesawat Sweeney dan Marquardt pukul 05:55 di ketinggian 9.200 kaki (2.800 m),dan melanjutkan penerbangan ke Jepang. Pesawat tiba di target pengeboman dengan cuaca cerah di ketinggian 31.060 kaki (9.470 m).Parsons, pemimpin misi, mengaktifkan bom di udara untuk mengurangi resiko saat lepas landas. Ia pernah melihat langsung empat B-29 jatuh dan terbakar saat lepas landas dan khawatir ledakan nuklir akan terjadi bila B-29 yang mengangkut Little Boy jatuh. Asistennya, Letnan Dua Morris R. Jeppson, mencabut pengaman bom 30 menit sebelum tiba di target pengeboman
Pada malam tanggal 5–6 Agustus, radar peringatan awal Jepang melacak penerbangan sejumlah pesawat Amerika Serikat yang mengarah ke Jepang bagian selatan. Radar melacak 65 pesawat pengebom ke arah Saga, 102 ke Maebashi, 261 ke Nishinomiya, 111 ke Ube, dan 66 ke Imabari. Sirine serangan udara dinyalakan dan siaran radio dihentikan di sejumlah kota, termasuk Hiroshima. Sirene kondusif dinyalakan di Hiroshima pukul 00:05. Sekitar satu jam sebelum pengeboman, sirine serangan udara dinyalakan kembali ketika Straight Flush terbang di atas kota. Pesawat ini mengirimkan pesan singkat yang diterima Enola Gay. Pesan tersebut berisi: “Sebaran awan kurang dari 3/10 di semua ketinggian. Saran: bom utama.]Sirine kondusif dinyalakan lagi di Hiroshima pukul 07:09.
Pada pukul 08:09, Tibbets memulai misinya dan menyerahkan kendali pesawat ke perwira pengeboman, Mayor Thomas Ferebee. Bom dilepaskan pukul 08.15 (waktu Hiroshima) sesuai rencana. Little Boy yang mengangkut kurang lebih 64 kg (141 pon) uranium-235 memerlukan 44,4 detik untuk jatuh dari ketinggian jelajah 31.000 kaki (9.400 m) menuju ketinggian ledakan 1.900 kaki (580 m) di atas kota. Enola Gay terbang sejauh 115 mi (185 km) sebelum diterjang gelombang kejut yang dihasilkan ledakan
Karena angin samping, bom meleset dari titik acuannya, Jembatan Aioi, sejauh kira-kira 800 ft (240 m) dan meledak pas di atas Klinik Bedah Shima di 34.39468°N 132.45462°E. Ledakannya setara dengan 16 kiloton TNT (67 TJ), ± 2 kt. Senjata ini dianggap sangat tidak efisien karena hanya 1,7% material bom yang mengalami fisi. Radius kehancuran total mencapai 1 mil (1,6 km), sedangkan radius kebakarannya mencapai 44 mil persegi (110 km2).
Orang-orang di darat melaporkan melihat pika atau kilau cahaya terang yang diikuti don, bunyi dentuman keras. Sekitar 70.000–80.000 orang, 20.000 di antaranya tentara, atau 30% penduduk Hiroshima tewas akibat ledakan dan kebakaran pasca ledakan, dan 70.000 orang sisanya cedera
Peristiwa di darat
Sejumlah bangunan beton bertulang di Hiroshima dibangun dengan sangat kuat karena faktor gempa bumi di Jepang, dan kerangkanya tidak runtuh meski letaknya dekat dengan pusat ledakan. Karena bom meledak di udara, ledakan lebih terpusat ke bawah alih-alih ke samping sehingga menyelamatkan Aula Pameran Industri Prefektur, sekarang dikenal dengan nama kubah Genbaku (A-bomb). Gedung ini dirancang dan dibangun oleh arsitek Ceko, Jan Letzel, dan terletak 150 m (490 ft) dari titik nol. Reruntuhan gedung diberi nama Tugu Perdamaian Hiroshima dan terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1996 meski ditentang Amerika Serikat dan Tiongkok. Kedua negara beralasan bahwa justru negara-negara Asia selain Jepanglah yang mengalami korban jiwa dan kehancuran properti terbesar dalam Perang Dunia II, dan penganugerahan penghargaan UNESCO kepada Jepang tidak memiliki dasar sejarah.
Amerika Serikat memperkirakan bahwa 47 mil persegi (120 km2) wilayah kota Hiroshima hancur. Pejabat pemerintah Jepang memperkirakan bahwa 69% bangunan di Hiroshima rata dengan tanah dan 6–7% bangunan mengalami kerusakan. Pengeboman atom memicu kebakaran yang menyebar cepat lewat rumah-rumah berbahan kayu dan kertas. Seperti kota-kota lainnya di Jepang, pemecah api gagal mencegah kebakaran
Eizō Nomura adalah korban selamat yang diketahui paling dekat dengan ledakan bom. Ia saat itu berada di bawah tanah gedung beton bertulang (disebut Rest House setelah perang) yang berjarak 170 meter (560 ft) dari titik nol (hiposentrum). Ia hidup sampai usia 80 tahunan.Akiko Takakura merupakan salah satu korban selamat yang paling dekat dengan hiposentrum ledakan. Ia saat itu berada di gedung Bank Hiroshima yang berjarak 300 meter (980 ft) dari titik nol.
Lebih dari 90% dokter dan 93% perawat di Hiroshima tewas atau terluka. Sebagian besar dari mereka sedang berada di pusat kota, wilayah yang paling parah kerusakannya.Banyak rumah sakit hancur atau rusak parah. Hanya satu dokter, Terufumi Sasaki, yang masih bertugas di Red Cross Hospital. Meski situasinya demikian, kepolisian dan relawan mendirikan pusat evakuasi di rumah sakit, sekolah, dan stasiun trem pada sore hari. Kamar mayat didirikan di perpustakaan Asano
Sebagian besar pasukan markas Angkatan Darat Umum Kedua Jepang sedang menjalani latihan fisik di lapangan Istana Hiroshima, sekitar 900 yard (820m) dari hiposentrum. Serangan tersebut menewaskan 3.243 tentara di lapangan ini. Ruang komunikasi Markas Distrik Militer Chugoku yang bertugas mengeluarkan dan menyalakan sirine serangan udara terletak di semi-bawah tanah istana. Yoshie Oka, siswi Sekolah Menengah Atas Perempuan Hijiyama yang ditugaskan sebagai petugas komunikasi di sana, mengirimkan pesan bahwa alarm telah dinyalakan di Hiroshima dan Yamaguchi ketika bom meledak. Ia memakai telepon khusus untuk memberitahu Markas Fukuyama bahwa, “Hiroshima telah diserang oleh sebuah bom jenis baru. Hampir seluruh kota ini mengalami kehancuran total.”
Karena Wali Kota Senkichi Awaya tewas saat sedang sarapan bersama putra dan cucunya di kediaman wali kota, Marsekal Lapangan Hatta, meski sedikit terluka, mengambil alih pemerintahan kota dan memimpin pengiriman bantuan. Banyak stafnya yang tewas atau cedera parah, termasuk seorang pangeran Korea dari Dinasti Joseon, Yi Wu, yang menjabat sebagai letnan kolonel Angkatan Darat Jepang. Staf senior Hata yang selamat adalah Kolonel Kumao Imoto; ia ditugaskan sebagai kepala staf Hata. Pelabuhan Ujina Hiroshima tidak mengalami kerusakan, dan tentara Jepang mengerahkan kapal bunuh diri untuk mencegah serbuan Amerika Serikat, mengangkut korban cedera, dan membawa mereka ke rumah sakit militer di Ujina. Truk dan kereta membawa persediaan bantuan dan mengungsikan korban selamat dari kota.
Dua belas penerbang Amerika Serikat dipenjara di Markas Kepolisian Militer Chugoku, 1.300 kaki (400 m) dari hiposentrum ledakan.Sebagian besar dari mereka tewas seketika, walaupun ada dua penerbang yang kabarnya telah dieksekusi. Dua penerbang lainnya yang terluka parah ditinggalkan di pinggir Jembatan Aioi oleh Kempei Tai, lalu ditimpuk batu sampai tewas. Laporan selanjutnya menunjukkan bahwa 8 tahanan perang AS yang dikabarkan tewas akibat ledakan bom justru kenyataannya ditahan di Istana Hiroshima dan telah dieksekusi sebagai bagian dari program eksperimen kedokteran sebelum pengeboman atom terjadi.
Kabar pengeboman di Jepang
Operator kendali NHK di Tokyo melihat bahwa stasiun Hiroshima menghentikan siarannya. Ia mencoba menyambungkan lagi program NHK menggunakan kabel telepon lain, tetapi gagal. Sekitar 20 menit kemudian, pusat telegraf kereta api Tokyo menyadari bahwa telegraf jalur utama berhenti tersambung di sebelah utara Hiroshima. Dari sejumlah stasiun kereta kecil yang berjarak 16 km (10 mi) dari kota, muncul berbagai laporan tak resmi dan sepotong-potong mengenai ledakan mengerikan di Hiroshima. Semua laporan tersebut dikirimkan ke markas Staf Umum Angkatan Darat Kekaisaran Jepang
Berbagai pangkalan militer mencoba menghubungi Stasiun Kendali Angkatan Darat di Hiroshima berkali-kali. Sambungan sunyi dari kota ini membingungkan Staf Umum; mereka tahu bahwa tidak ada serangan musuh besar-besaran di sana dan tidak ada arsenal peledak besar di Hiroshima pada waktu itu. Seorang perwira muda ditugaskan untuk terbang ke Hiroshima, mendarat, mengamati kerusakan yang ada, dan pulang ke Tokyo membawa informasi utuh. Mereka merasa bahwa tidak ada kejadian serius di sana dan ledakan yang dilaporkan hanya kabar burung semata.
Perwira staf berangkat ke bandara dan terbang ke arah barat daya. Setelah terbang selama tiga jam, ia bersama pilotnya melihat awan asap yang sangat besar dari jarak 160 km (100 mi) dari Hiroshima. Seusai berputar-putar di atas kota untuk mengamati kerusakan, mereka mendarat di selatan kota. Ia mulai mengatur tindakan penyelamatan setelah melapor ke Tokyo. Dugaan awal Tokyo bahwa Hiroshima luluh lantak akibat bom jenis baru disampaikan lewat pengumuman Presiden Truman enam belas jam kemudian